RSS
Facebook
Twitter

Minggu, 13 September 2015



Manusia merupakan suatu spesies yang selalu mendamba makna dan keberartian dalam hidupnya. Maka dari itu manusia selalu mempunyai ekspektasi tinggi atas dirinya sendiri. Mereka tidak akan pernah puas dengan hidup yang biasa-biasa saja. Hal ini diperkuat dengan dimilikinya potensi bawaan yang dari lahir dilimpahkan atas manusia dari Tuhannya. Namun potensi bawaan yang dimiliki pada akhirnya akan menjadi hal yang tidak ada artinya jika hal tersebut hanya dibiarkan tanpa adanya suatu proses yang memperkuat dan mengembangkan potensi tersebut.
Pendidikan pada akhirnya dipilih sebagai solusi tepat untuk memecahkan masalah diatas. Dalam buku Filsafat Pendidikan karya Teguh Wangsa Gandhi HW menyebutkan bahwa pendidikan berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang ataupun kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Hal ini berarti pendidikan selain sebagai hak asasi juga merupakan suatu proses. Dalam hal ini proses dalam pendidikan mencakup hubungan antar manusia dengan manusia, lingkungan dan alam semesta sebagai langkah penyesuaian diri dalam hidup bermasyarakat.
Kemudian mucullah teori pendidikan humanis yang menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk memanusiakan manusia demi menuju insan kamil (manusia seutuhnya). hal ini dirasa penting karena manusia terkadang dapat melupakan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
Dewasa ini yang terjadi adalah sekolah dijadikan sebagai ajang industrialisasi manusia. Para siswa dicetak untuk menjadi manusia siap kerja, dijadikan layaknya robot yang ahli matematika,kimia dan sebagainya. Tidak peduli sebesar apapun dekadensi moral telah menjalar ke dalam jiwa-jiwa peserta didik. Lebih ironis lagi dengan munculnya sistem Ujian Nasional yang menuai pro dan kontra. Salah satunya  karena ujian nasional dianggap sebagai ajang penumbuhan sifat kecurangan dan ketidakjujuran. Lebih dari itu, dilihat dari objek yang diujikan, hanya mencakup mata pelajaran yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang didambakan dari awal adanya pendidikan.
Ideologi pendidikan
Memperbincangkan Ideologi pendidikan nasional, tentu tidak bisa lepas dari diskursus tentang Ideologi negara Indonesia, karena ideologi negara adalah ideologi yang melandasi segala kebajikan dalam kehidupan bernegara.Sebagaimana kita ketahui ideologi yang dipakai negara Indonesia adalah Pancasila. Konsekuensi logisnya, segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah berlandaskan pada pancasila, sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Kebijakan-kebijakan dalam masalah ekonomi, politik, kebudayaan, hukum, juga pendidikan misalnya, harus selaras dengan nilai-nilai luhur dan semangat Pancasila. William O’Neill memetakan ideologi pendidikan dalam dua paradigma utama yang berisi pendekatan konservatif dan liberal. Pendekatan konservatif melihat adanya ketidasejajaran dalam masyarakat. Namun, hal itu dianggap wajar dan merupakan hukum alamiah yang tidak bisa dihindari karena sudah digariskan oleh Tuhan. Pendekatan ini dibagi menjadi tiga, yaitu fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan. Sedangkan pada liberalisme pendidikan lebih menekankan tujuan pendidikan jangka panjang. (ono alirane ra)
Dengan tekanan itu, dimaksudkan untuk melestarikan dan memperbaiki suatu tatanan sosial yang ada, dengan cara mengajar setiap anak sebagaimana cara menangani berbagai masalah kehidupannya sendiri secara efektif. Sejajar dengan hal itu, masyarakt juga harus mempunyai idiologikeberpihakan terhadap kaum marjinal yang telah menjadi korban modernisasi kehidupan. Teori idiologiO’Neill ini bersumber dari etika sosial (moral ataupun politik), kemudian menjadi sistem nilai yang mengarah pada pendidikan. Pada dasarnya, kebaikan tertinggi ada dalam kebahagiaan personal dan kebahagiaan semacam itu merupakan persoalan perwujudan diri seorang manusia yang secara potensial adalah dirinya sendiri.
Pendidikan Kritis
Seseorang yang sadar denganharga dirinya akan terlepas dari berbagai kekuasaan yang menindas dirinya. Kekuasaan-kekuasaan yang menindas dapat lahir dari eksploitasi ekonomi, politik maupun sosial. Orang-orang yang memilih keluar dari ketertindasan akan termarginalisasi secara alamiah, tetapi sebenarnya pilihan itulah yang akan membawa kepada kebahagiaan yang seutuhnya. Proses penyadaran tersebut hanya dapat diperoleh melalui proses pendidikan yang membebaskan.
Pendidikan kritis lahir dan berkembang oleh pemikiran yang kritis. Mereka melihat secara kritis berbagai jenis kekuasaan yang mengungkung perkembangan pribadi mereka. Proses pendidikan tersebut mempermasalahkan dan mencari sebab-sebab yang telah merampas kemerdekaan seseorang serta mencarikan jalan untuk keluar dari masalah tersebut.
Namun dewasa ini, tampaknya pendidikan yang diajarkan bukanlah pendidikan yang kritis, melainkan pendidikan dogmatis.Kesalahan dogmatis bertolak dari sempitnya pemikiran pendidik. Pendidik seharusnya mampu berfikir secara holistik dalam memahami peserta didik, sehingga merekatidak merasa canggung dalam melaksanakan pendidikan
Karena sebenarnya parameter profesionalitas guru bukan ketika ia dapat mengabdi seutuhnya kepada birokrasi. Namun lebih ketika ia bisa mengerti keadaan peserta didik. Mampu berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan, berbagi keresahan dan harapan. Tetapi fakta yang ada berkata lain, tidak sedikit pendidik dalam sebuah institusi bersifat memaksa dalam mendidik.
Di IAIN Walisongo, khususnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, banyak aturan-aturan yang secara tidak langsungmerampas kebebasan peserta didiknya.Contoh saja ketika dosen mewajibkan mahasiswanya untuk tidak memakai pakaian yang berbahanjin, atau saat mengharamkan mahasiswinya memakai celana. Mereka berdalih bahwa calon pendidik harus mampu mencerminkan sifat seorang pendidik. Lantas, apakah sifat-sifat seorang pendidik bisa dituangkan dalam rok ? rasanya tidak.
Sampel diatas merupakan masalah yang patut untuk diperhatikan. Disinilah legitimasi pendidikan kritis yang tidak hanya membatasi masalah pendidikan di ruang kelas yang terbatas, tetapi melihat masalah pendidikan dalam konteks yang lebih kompleks.
Mudah-mudahan pembaca dapat bergabung dalam gerakan pembaruan pendidikan di tanah air.

0 komentar:

Posting Komentar

  • Blogger news

  • Blogroll

  • About